Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 07 Januari 2015

TUGAS Q ;-)



TUGAS KU
REVIEW BUKU

“Ayat-ayat cinta” Novel Islami karya Habiburrahman El-Shirazy

 

Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman sebuah novel fenomenal yang sudah dilayarkacakan pada tahun 2004 dan filmnya akan diputar diseluruh Indonesia pada tanggal 19 Desember tahun ini. Ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy.Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman sebuah novel fenomenal yang sudah dilayarkacakan pada tahun 2004 dan filmnya akan diputar diseluruh Indonesia pada tanggal 19 Desember tahun ini. Ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. PERAIH PENGHARGAAN THE MOST FAVORITE BOOK 2OO5 ” Berbeda selisih 4 suara dengan Harry Potter, akhirnya Ayat-Ayat Cinta terpilih menjadi The Most Favorite Book…”. Ia adalah seorang sarjana lulusan Al Azhar University Cairo-Mesir. Founder dan Pengasuh Utama Pesantren Karya dan Wirausaha BASMALAH INDONESIA, yang berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah dikenal secara nasional sebagai dai, novelis dan penyair Beberapa penghargaan bergengsi berhasil diraihnya, antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. dan sekarang sudah kembali untuk tanah air Indonseia tercinta.

Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.

Sinopsis novel Ayat-Ayat Cinta


          Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang melaksanakan studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).

Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir.

kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sab’ah (membaca Al-Qur’an dengan riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk salah seorang yang beruntung.

Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Mereka bercerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu di antara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah.

Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya dipersilahkan Fahri untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa didudukinya, memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya. Disinilah awal perdebatan itu terjadi.

Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakan perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali marah dan meminta Fahri untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim karena juz Amma saja belum tentu ia hafal.

Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Utsman yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada fahri. Fahri kemudian menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Mereka pun mengucapkan terima kasih pada fahri karena sudah megingatkan mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang terjadi dari si perempuan bercadar dengan bahasa Inggris yang fasih. Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya pada Fahri. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya mereka pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.


Referensi / Rujukkan
Mhd Darwinsyah Purba, S.Sos

0 komentar:

Posting Komentar